Pulangnya korban tsunami Aceh,selama 7 tahun hilang



TEMPO.CO, Meulaboh - Wati, 15 tahun, warga Lr Sangkis, Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat, Provinsi Aceh, yang hilang saat diterjang gelombang tsunami 26 Desember 2004, kembali ke orang tuanya.

Kakek Wati di Meulaboh, Ibrahim, mengatakan cucunya tersebut menghilang ketika berusia delapan tahun saat tragedi tsunami menerpa Aceh 26 Desember 2004.

"Saya yakin benar kalau dia adalah cucu saya. Karena dari ciri-ciri sudah kami lihat ada kemiripan cucu saya yang hanyut bersama gelombang tsunami tujuh tahun lalu," katanya, Rabu, 21 Desember 2011.

Ibrahim mengatakan Wati selama ini tersesat dan melanglang buana sampai ke wilayah Aceh Utara dan Aceh Besar. Wati tidak mengetahui di mana orang tuanya karena trauma dan rasa takut masih menghantui perasaan gadis itu.

Ibrahim mengatakan gadis berambut cepak itu awalnya tiba di terminal Bus Meulaboh dari Kota Banda Aceh. Wati lalu duduk termenung di warung kopi Simpang Pelor.

Saat itulah warga setempat yang mengira gadis berjilbab biru tersebut peminta-minta menanyakan asal-usulnya. Namun Wati terdiam. Tak lama kemudian Wati hanya menyebutkan nama kakeknya yang tinggal di Kota Meulaboh.

"Saat ditanya orang, dia hanya teringat nama saya. Kemudian ada warga kita langsung mengantarkan dia ke rumah. Kemudian saya langsung memanggil kedua orang tuanya yang selamat waktu tsunami dulu," jelas Ibrahim.

Orang tua Wati, Yusniar, 35 tahun, dan M Yunus, 43 tahun, memastikan Wati adalah anak mereka. Sebab, Wati memiliki tahi lalat dan bekas luka di atas kelopak matanya saat berusia enam tahun bersamanya.

"Ini benar anak saya saat saya tanya dia punya kakak bernama Yuli dan seorang adik saat ia dulu berusia 7 tahun. Kakaknya dulu selamat, namun dia hilang dibawa gelombang tsunami," sebut Yusniar di rumah orang tuanya.

Padahal Yusniar tidak yakin kalau anak keduanya itu masih hidup setelah dibawa dahsyatnya arus gelombang tsunami. Akan tetapi setelah melihat dari ciri-ciri, bawaan serta kemiripan anak itu dengan raut wajah ayahnya, Yusniar menjadi yakin.

Isak tangis keluarga Wati menggemparkan warga Kelurahan Ujong Baroh. Masyarakat berbondong-bondong melihat Wati. Setelah tujuh tahun tak diketahui rimbanya, Wati ternyata masih hidup. Ia melanglang buana karena tidak tahu pulang ke rumah.

"Saya bukan tidak mencari anak saya dari dulu, tapi saya tidak yakin kalau dia masih hidup karena waktu itu (tsunami) ia terlepas dari tangan saya. Sementara kakak dan adiknya sempat saya larikan," ujar Yusniar.

[imagetag] [Image: Korban-Tsunami-Aceh-Ditemukan.jpg]

TRIBUNNEWS.COM,MEULABOH - Tanggal 26 Desember 2011 ini, genap tujuh tahun musibah gempa dan tsunami melanda Aceh. Namun peringatan tahun ini, menjadi kebahagian bagi pasangan Tarmius (42) dan Yusnidar (36), warga Lorong Sangkis, Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat ini.

Pasalnya putri kedua pasangan ini bernama sebenarnya Meri Yulanda alias Herawati (16) yang pernah hilang selama tujuh tahun terakhir, tiba-tiba pada Rabu (21/12/2011) malam lalu kembali ditemukan.


Tarmius dan Yusniar kepada Serambinews.com, Jumat (23/12/2011) di Meulaboh mengatakan dirinya sangat yakin bahwa putri yang ditemukan ini adalah putrinya yang kedua yang sebelumnya hilang selama tujuh tahun silam.

"Sejak ditemukan pertama saya sempat ragu, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan pada beberapa tanda pada bagian tubuh Meri yakni bagian luka di perut dan tahi lalat di mata, maka saya yakin bahwa Meri merupakan akan kedua saya yang pernah hilang pada musibah tsunami lalu bersama kakaknya yang bernama Yuli," ujar Yusniar.

Menurut Yusniar, saat musibah tsunami lalu pada 26 Desember 2004 lalu, dirinya lari bersama tiga anaknya dan suaminya, lalu Meri dan Yuli diletakkan pada sebuah rumah yang lebih tinggi, sehingga rumah itu dihantam sehingga dirinya berpencar dan tidak pernah bertem lagi dengan dua anaknya itu.

Sedangkan yang selamat adalah adik dari Meri, bernama Ari yang waktu itu baru berumur 1,5 tahun. Namun pascamusibah itu, dirinya bersama suami terus mencari kedua anaknya yang hilang pada musibah tsunami tetapi tidak pernah ketemu.

Ia mengatakan, anaknya masih trauma sebab dari pengakuan Meri bahwa selama ini di Banda Aceh dibesarkan oleh seorang perempuan diperlakukan kasar dan sering dipukul serta kepala dibotakkan dan diperkerjakan sebagai pengemis dan meminta-minta di Banda Aceh

Meri tidak berani melarikan diri. Namun atas modal nekat pada Selasa dirinya melarikan diri sehingga sampailah ke Meulaboh.

"Nama dia sebenarnya Meri dan selama ini diganti nama oleh perempuan yang membesarkan dia itu dengan nama Herawati," kata Yusniar.


Meri yang ditanya seputar hilang dirinya masih belum dapat diajak bicara banyak karena masih trauma terhadap musibah yang pernah melanda dirinya, selain tsunami, selama ini dirinya di Banda Aceh dibesarkan oleh seseorang wanita bernama Patimah Syam, warga Kahju, Banda Aceh.

"Saya disuruh jadi pengemis dan sering dipukul," ujar Meri.

Ia mengatakan bahwa dirinya sudah lama ingin pulang ke Ujong Baroh, Meulaboh, akan tetapi selama ini disekap dan disekolahkan.

"Saya tidak ngaji dan tidak sekolah juga, saya hanya disuruh cari uang, jumlahnya tidak tahu,"kata Meri.

REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH - Hera Wati (15) terpisah dari keluarganya saat bencana gempa bumi dan tsunami menerpa Aceh pada 26 Desember 2004. Selama tujuh tahun berpisah dari keluarganya, Hera Wati yang nama aslinya Meri Yulanda itu menjalani hari-hari penuh penderitaan.

Sang ibu angkat, Fatimahsyam, memaksa Hera Wati menjadi pengemis di jalanan Kota Banda Aceh. Hera Wati saat itu baru berusia delapan tahun. Dia duduk di bangku kelas III SD Negeri 10 Meulaboh sebelum bencana tsunami menerjang wilayah tempat tinggalnya.

''Saya diperkerjakan sebagai peminta-minta oleh ibu angkat untuk mencari sedekah di jalan,'' ujarnya dengan kondisi masih lemas. ''Saya mendatangi toko serta rumah dengan membawa selembar kertas mengaku sebagai anak yatim piatu.''

Hera Wati masih ingat nama ayahnya adalah Yus. Ibunya juga disapa Yus. Sementara, sang kakeknya bernama Ibrahim dan menetap di Meulaboh.

Kepada ibu angkatnya, Hera Wati pernah meminta pulang ke Meulaboh meski dia tidak tahu persis alamat sang kakek. "Dulu saya diambil sama ibu dan dibawa ke Banda Aceh. Saya minta pulang, tapi nggak dikasih," jawab gadis belia tersebut saat dijumpai di rumah kakeknya.
[imagetag]
[imagetag]

noreply@blogger.com (ricky1206) 24 Dec, 2011